AGUNG.A
Rabu, 12 April 2017
Rabu, 30 November 2016
KHULAFAURRASYIDIN
KHULAFAURRASYIDIN
1.Abu Bakar R.A
(bahasa
Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq)
(lahir: 572 - wafat: 23 Agustus
634/21 Jumadil Akhir
13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam atau yang
dikenal dengan ash-shabiqun al-awwalun. Setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam
yang pertama pada tahun 632
hingga tahun 634 M.
Lahir dengan nama Abdul ka'bah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara
empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang
diberi petunjuk.
Memeluk Islam
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah diajak oleh nabi.[2] Abubakar kemudian mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman bin Abu Bakar, sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah.
Penyiksaan oleh Quraisy
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum suni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."Ekspedisi ke utara
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.Kematian
Abu Bakar
meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena
sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah
putrinya Aisyah di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
2.Umar bin Khattab R.A
Umar bin Khattab berasal dari Bani Adi, salah satu rumpun
suku Quraisy, suku
terbesar di kota Mekkah saat itu.
Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah
binti Hasyim, dari Bani Makhzum.[2] 'Umar
memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad yaitu
Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan
kebatilan. Pada zaman jahiliyah keluarga 'Umar tergolong dalam keluarga kelas
menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu
yang langkaBiografi
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah. Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam (Jahiliyyah), Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.Memeluk Islam
Ketika Nabi MuhammadPada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad
Kehidupan di Madinah
Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Nabi MuhammadWafatnya Nabi Muhammad
Pada saat kabar wafatnya Nabi MuhammadAbu Bakar yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan,
"Saudara-saudara!
Barangsiapa mau menyembah Nabi Muhammad
, Nabi
Muhammad
sudah meninggal dunia. Tetapi
barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati!"
—Abu Bakar
ash-Shiddiq
Abu Bakar
mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi
Muhammad Masa kekhalifahan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasihat kepalanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.Menjadi khalifah
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat di tempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan di tempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Wafatnya
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu:[butuh rujukan]
1.
Bila engkau
menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah
dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
2.
Bila engkau
hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada
musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
3.
Bila engkau
hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih
banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
4.
Jika engkau ingin
meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau
meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
5.
Bila engkau
bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Karena jika engkau
tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi, dan penuh penyesalan.
6.
Bila engkau ingin
menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan
memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
3.Utsman bin Affan
Utsman bin Affan (bahasa Arab: عثمان بن عفان, 574 – 656 /
12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun)[1]
adalah sahabat Nabi Muhammad
yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3.
Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia
juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an. Biografi
Utsman adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644
(umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain
itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi
dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang
kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi
yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzun
Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena
Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah
yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Usman bin Affan lahir pada 574
Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas
ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang
pertama-tama masuk Islam). Rasulullah
sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang
paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam
Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah
, "Abu Bakar masuk tetapi engkau biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk
dan membetulkan pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak
malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh
Rasullullah
ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy
terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi
seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda.
Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad
untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman
dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan nabi untuk
menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu
segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa
dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah
memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah.
Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah
1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan
sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan
kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki
suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan
rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan
gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita
di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khattab
sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah
selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf,
Sa’ad
bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah.
Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan
Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang
tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah
ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga
dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini
terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah
Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Ia adalah khalifah kali pertama yang
melakukan perluasan Masjid al-Haram
Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah
karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Ia
mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk
mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun
pertanian, menaklukan beberapa daerah kecil yang berada disekitar perbatasan
seperti Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes,
dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah
saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman
banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan
menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak
membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk
membunuh khalifah.
Kematian
Khalifah
Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan
Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan
Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan
untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan
darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35
H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat
sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan
Rasullullah
perihal kematian Utsman yang syahid
nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh
para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35
H.[2] Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
4.Ali bin Abi Thalib
Alī bin Abī Thālib (Arab: علي بن أﺑﻲ طالب, Persia: علی پسر ابو طالب) (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 Masehi – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661 Masehi), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ali adalah sepupu dan sekaligus mantu Muhammad, setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra. Ia pernah menjabat sebagai salah seorang khalifah pada tahun 656 sampai 661.[1]Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad
Kelahiran & Kehidupan Keluarga
Kelahiran
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad
Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad,[butuh rujukan] Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi nabi
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali bin Abi Thalib kepada Muhammad
Masa Remaja
Ketika Nabi MuhammadPada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia tidur menampakkan kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.Kehidupan di Madinah
Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru'ul Qais.[2]Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.Pertempuran yang diikuti pada masa nabi
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tetapi semua sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kukuh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, nabi
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang
tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan
mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia
mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan
untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat
kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh
seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali
pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan dia ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili Nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.Setelah nabi wafat
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila nabiMenurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga nabi, Ahlul Bait, dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Sebagai khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, Istri Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Keturunan
|
1.
Hasan
2.
Husain
3.
Muhsin,
meninggal ketika masih kecil
4.
Zainab
5.
Ummu Kultsum
1.
Ja'far
2.
Abbas
3.
Abdullah
4.
Utsman
1.
Ubaidullah
2.
Abubakar
1.
Yahya
2.
Muhammad
Ashgar
|
1.
Umar
2.
Rukiyah
1.
Muhammad
Awsad
1.
Ummul
Hasan
2.
Ramlah
Kubra
1.
Putri,
meninggal ketika masih kecil
|
Banyak keturunan Ali yang tewas terbunuh
dalam Pertempuran Karbala. Keturunannya yang masih
ada saat ini merupakan para keturunan dari Hasan dan Husain (anak Fatimah),
Muhammad bin al-Hanafiyah (anak Haulah), Abbas (anak Ummul Banin), dan Umar
(anak Sahba).[2]
Keturunan Ali melalui Fatimah
dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa
Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan.
Sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan
Syi'ah. Keturunan Ali secara kesuluruhan dari para istrinya dikenal sebutan
dengan Alawiyin atau Alawiyah.
Langganan:
Komentar (Atom)







